PP No. 2 Tahun 2018

Pemberian otonomi yang seluas-luasnya kepada Daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat atau kesejahteraan rakyat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat. Di samping itu melalui otonomi luas, dalam lingkungan strategis globalisasi, Daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan, dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman Daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Upaya percepatan terwujudnya kesejahteraan masyarakat atau kesejahteraan rak5rat tersebut dalam lingkungan strategis globalisasi dengan menggunakan prinsip pemerataan dan keadilan salah satunya diwujudkan melalui penetapan dan penerapan SPM.

Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah maka SPM tidak lagi dimaknai dalam kontekstual sebagai norma, standar, prosedur, dan kriteria. Batasan pengertian SPM secara tekstual memang tidak berubah, yaitu bahwa SPM merupakan ketentuan mengenai Jenis pelayanan Dasar dan Mutu Pelayanan Dasar yang berhak diperoleh setiap Warga Negara secara minimal, namun terdapat perubahan mendasar dalam pengaturan mengenai Jenis Pelayanan Dasar dan Mutu pelayanan Dasar, kriteria penetapan SPM, dan mekanisme penerapan SPM.

Guna melaksanakan ketentuan Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Nomo 23 Tahun 2014 tersebut, maka ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2018 tentang Standar Pelayanan Minimal pada tanggal 4 Januari 2018. 

Secara umum PP No. 2 Tahun 2018 mengatur mengenai prinsip penetapan dan penerapan SPM, jenis SPM termasuk materi muatannya yang terdiri atas Jenis Pelayanan Dasar, Mutu Pelayanan Dasar, dan penerima Pelayanan Dasar, penerapan dan pelaporan SPM, pembinaan dan pengawasan SPM, ketentuan lain-lain, dan ketentuan penutup yang salah satunya menyatakan bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.