Untuk melaksanakan amanat yang tertuang dalam Pasal 3 ayat (2) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid- 19) dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman Yang Membahayakan Perekonomian Nasional Dan/Atau Stabilitas Sistem Keuangan, sehingga Menteri Dalam Negeri pada tanggal 27 Mei 2020 menetapkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2020 tentang Pengutamaan Penggunaan Alokasi Anggaran Untuk Kegiatan Tertentu, Perubahan Alokasi, dan Penggunaan APBD.
Kebijakan keuangan pemerintah daerah dalam rangka:
- penanganan pandemi COVID-19; dan/atau
- menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian daerah.
Kebijakan keuangan daerah, untuk melakukan pengutamaan penggunaan alokasi anggaran kegiatan tertentu (refocussing), perubahan alokasi, dan penggunaan APBD termasuk insentif untuk penanganan dampak ekonomi akibat pandemi COVID-19.
Penyesuaian alokasi anggaran, meliputi perubahan alokasi anggaran pada:
- kelompok;
- jenis;
- obyek; dan/atau
- rincian obyek, pada pendapatan, belanja dan pembiayaan daerah.
Penyesuaian alokasi APBD diprioritaskan untuk:
- penanganan kesehatan dan hal-hal lain terkait kesehatan, antara lain berupa pengadaan alat pelindung diri (APD) tenaga medis, sarana dan peralatan layanan kepada masyarakat, dan penanganan pasien COVID-19.
- penanganan dampak ekonomi terutama menjaga agar dunia usaha daerah masing-masing tetap hidup, antara lain melalui pemberdayaan usaha mikro, kecil dan menengah, serta koperasi dalam rangka memulihkan dan menstimulasi kegiatan perekonomian di daerah.
- penyediaan jaring pengamanan sosial/social safety net, antara lain melalui pemberian bantuan sosial kepada masyarakat miskin/kurang mampu yang mengalami penurunan daya beli akibat adanya pandemi COVID-19.
Penyesuaian alokasi APBD meliputi:
- pendapatan daerah
- belanja daerah
- pembiayaan daerah
Penyesuaian alokasi pendapatan daerah, meliputi:
- pendapatan asli daerah memperhitungkan potensi pajak daerah dan retribusi daerah di masing-masing daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota serta memperhatikan perkiraan asumsi makro;
- pendapatan transfer sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai rincian anggaran pendapatan dan belanja negara; dan/atau
- lain-lain pendapatan daerah yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penyesuaian alokasi anggaran belanja daerah melalui rasionalisasi dan/atau perubahan alokasi belanja daerah, juga meliputi:
- penggunaan sebagian atau seluruh belanja infrastruktur sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari dana transfer umum untuk penanganan pandemi COVID-19; dan
- penyesuaian alokasi anggaran belanja daerah yang bersumber dari transfer dan penggunaanya mempedomani ketentuan perundang-undangan yang mengatur mengenai rincian anggaran pendapatan dan belanja negara.
Penyesuaian alokasi pembiayaan daerah dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penyesuaian alokasi anggaran dilakukan melalui perubahan perkada tentang penjabaran APBD dan diberitahukan kepada pimpinan DPRD.
Pemerintah Daerah Wajib Menyampaikan Laporan Pengutamaan Penggunaan Alokasi Anggaran Kegiatan Tertentu (Refocussing), Perubahan Alokasi, Dan Penggunaan APBD Kepada Menteri Melalui Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah, paling lambat tanggal 15 setiap bulan. Laporan tersebut paling sedikit meliputi:
- penyesuaian APBD; dan
- alokasi dan penggunaan APBD untuk penanganan COVID-19.
Laporan tersebut disampaikan setelah dilakukan penyesuaian APBD dan menjadi pertimbangan dalam penyaluran dana alokasi umum.
Pemerintah Daerah harus melakukan pengutamaan penggunaan alokasi anggaran kegiatan tertentu (refocussing) dan perubahan alokasi anggaran, melalui optimalisasi penggunaan belanja tidak terduga (BTT) yang tersedia dalam APBD Tahun Anggaran 2020. Penggunaan BTT dalam rangka antisipasi, penanganan dan dampak penularan pandemi COVID-19 berpedoman pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2020 tentang Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 di Lingkungan Pemerintah Daerah.
Dalam hal BTT tidak mencukupi, Pemerintah Daerah melakukan penjadwalan ulang capaian program dan kegiatan untuk pengutamaan penggunaan alokasi anggaran kegiatan tertentu (refocussing) dan/atau perubahan alokasi anggaran serta memanfaatkan uang kas yang tersedia melalui perubahan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD, dan memberitahukan kepada pimpinan dewan perwakilan rakyat daerah. Hasil alokasi anggaran penjadwalan ulang capaian program dan kegiatan dimaksud dialihkan ke belanja tidak terduga.
Pemerintah Daerah melakukan pengutamaan penggunaan alokasi anggaran kegiatan tertentu (refocussing) dan/atau perubahan alokasi anggaran antara lain terhadap:
- kegiatan yang bersumber dari dana transfer pemerintah pusat dan dana transfer antar daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
- kegiatan pembangunan sarana dan prasarana kelurahan dan pemberdayaan masyarakat di kelurahan;
- belanja pegawai meliputi penyesuaian besaran tambahan penghasilan aparatur sipil negara/tunjangan kinerja daerah dan/atau insentif sejenisnya lainnya, mengurangi honorarium kegiatan, dan/atau pemberian uang lembur;
- belanja barang/jasa antara lain perjalanan dinas, penyelenggaraan kegiatan rapat, pendidikan dan pelatihan, bimbingan teknis, sosialisasi, workshop, lokakarya, seminar atau kegiatan sejenis lainnya yang dapat ditunda pelaksanaannya;
- belanja modal yang kurang prioritas;
- pengeluaran pembiayaan dalam tahun anggaran berjalan; dan/atau
- pemanfaatan dana yang berasal dari penerimaan daerah dalam APBD.
Tata cara penggunaan BTT dalam rangka penanganan COVID-19:
- kepala perangkat daerah yang secara fungsional terkait dengan antisipasi dan penanganan dampak penularan COVID-19, mengajukan Rencana Kebutuhan Belanja (RKB) untuk mengantisipasi dan menangani dampak penularan COVID-19, paling lama 1 (satu) hari kepada pejabat pengelola keuangan daerah (PPKD) selaku bendahara umum daerah (BUD);
- PPKD selaku BUD melakukan verifikasi dan mencairkan BTT kepada kepala perangkat daerah yang secara fungsional terkait antisipasi dan penanganan dampak penularan COVID-19, paling lama 1 (satu) hari terhitung sejak diterimanya RKB;
- kepala perangkat daerah yang secara fungsional terkait, dapat membuka rekening untuk menampung pencairan sebagaimana dimaksud dalam huruf b sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
- pencairan dana antisipasi dan penanganan dampak penularan COVID-19 dilakukan dengan mekanisme LS atau TU sesuai sistem dan prosedur pengelolaan keuangan daerah yang diatur dalam peraturan kepala daerah;
- pencairan sebagaimana dimaksud dalam huruf c diserahkan kepada bendahara pengeluaran perangkat daerah yang mengajukan RKB;
- penggunaan dana dicatat pada buku kas umum tersendiri oleh Bendahara Pengeluaran perangkat daerah yang mengajukan RKB;
- kepala perangkat daerah yang mengajukan RKB, bertanggungjawab secara formal dan material terhadap belanja antisipasi dan penanganan dampak penularan COVID-19 yang dikelolanya;
- pertanggungjawaban atas penggunaan dana antisipasi dan penanganan dampak penularan COVID-19, disampaikan oleh kepala perangkat daerah yang mengajukan RKB, kepada PPKD dengan melampirkan rekapitulasi penggunaan belanja dan surat pernyataan tanggung jawab belanja sedangkan bukti pengeluaran yang sah dan lengkap tetap berada di SKPD;
- berdasarkan rekapitulasi penggunaan belanja, PPKD menyusun masing-masing pos laporan keuangan yang diungkapkan secara memadai pada CaLK; dan
- dalam hal terdapat usulan RKB baru sesuai rencana penanganan COVID-19 oleh Perangkat Daerah terkait dapat diajukan kembali tanpa menunggu pertanggungjawaban RKB sebelumnya selesai.
Pemberian hibah berupa uang dalam rangka penanganan pandemi Covid-19:
- Hibah dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 diberikan melalui jenis belanja hibah yang didasarkan pada permohonan hibah dari penerima hibah yang diusulkan melalui perangkat daerah terkait kepada PPKD.
- Pemberian hibah dituangkan dalam naskah perjanjian hibah daerah yang ditandatangani bersama oleh kepala daerah dan penerima hibah. Kepala daerah dapat menunjuk pejabat yang diberi wewenang untuk menandatangani naskah perjanjian hibah daerah.
- Pencairan hibah dalam bentuk uang dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung (LS) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Dalam hal terdapat pemberian hibah yang sudah disalurkan dengan pembebanan langsung BTT, maka dalam pelaporan keuangan dilakukan reklasifikasi dari jenis BTT ke jenis belanja hibah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pemberian bansos berupa uang dalam rangka penanganan pandemi Covid-19:
- Bantuan sosial dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 untuk penyediaan jaring pengaman sosial/social safety net diberikan melalui jenis BTT dan/atau jenis belanja bantuan sosial.
- Pemberian bantuan sosial diberikan secara langsung kepada penerima bantuan sosial melalui perangkat daerah terkait berdasarkan RKB yang disampaikan kepada PPKD.
- Pemberian bantuan sosial kepada individu/masyarakat yang terdampak atau memiliki resiko sosial yang dilakukan Pemerintah Daerah harus memperhatikan pelaksanaan pemberian bantuan sosial yang dilakukan oleh pemerintah pusat dan/atau Pemerintah Daerah lainnya.
Pemerintah Daerah berdasarkan kebutuhan, analisa yang matang dan mendalam serta evidence-based dengan memperhitungkan dampak sosial dan ekonomi yang muncul dan/atau permintaan penerima bantuan sosial.
Pemberian hibah/bantuan sosial dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggungjawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
Pemberian hibah/bantuan sosial berupa uang dan/atau barang dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 tidak mengacu pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 99 Tahun 2019 tentang Perubahan Kelima atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Pemda dapat menerima hibah termasuk sumbangan dari masyarakat atau pihak ketiga/sejenis, berupa uang, barang, dan/atau jasa yang berasal dari pemerintah pusat, pemerintah daerah lain, masyarakat, dan badan usaha dalam negeri atau luar negeri yang tidak mengikat untuk menunjang peningkatan penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 PP Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
Sumbangan dari masyarakat atau pihak ketiga/sejenis dalam bentuk uang/barang yang bersumber dari dalam negeri yang digunakan untuk mendukung pencegahan dan penanganan pandemi COVID-19 merupakan penerimaan daerah yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
- tidak dimaksudkan untuk dibayarkan kembali kepada pemberi hibah termasuk sumbangan; dan/atau
- tidak disertai ikatan politik, serta tidak memiliki muatan yang dapat mengganggu stabilitas keamanan negara/daerah.
Pendapatan atas penerimaan dana yang bersumber dari masyarakat atau pihak ketiga/sejenis dalam bentuk uang/barang dapat digunakan langsung oleh perangkat daerah yang secara fungsional menangani pandemi COVID-19 dengan berpedoman pada Pasal 327 ayat 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 4 ayat (2) huruf c, Pasal 7 ayat (3), Pasal 7 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana, Paragraf 21 PSAP Nomor 02 Lampiran 1 Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, serta IPSAP 02 Interpretasi 03, dan Buletin Teknis Nomor 13 Akuntansi Hibah.
Penggunaan langsung sumbangan penerimaan dana yang bersumber dari masyarakat atau pihak ketiga/sejenis dalam bentuk uang, dilakukan tanpa terlebih dahulu disetor ke RKUD dan secara analogis diterapkan pada belanja daerah.
Penggunaan langsung sumbangan penerimaan dana yang bersumber dari masyarakat atau pihak ketiga/sejenis dalam bentuk barang, digunakan langsung oleh perangkat daerah yang secara fungsional menangani pandemi COVID-19.